Sabtu, 21 Juni 2014

Besok, Piala Adipura Diarak Keliling Kota Banda Aceh

Merdeka Mengabarkan
 Jun 06, 2014 

Banda AcehKota Banda Aceh kembali meraih Penghargaan Anugerah Adipura 2014 dari Kementrian Lingkungan Hidup. Piala ini telah diterima Plh Wali Kota Banda Aceh Hj Illiza Sa’aduddin Djamal SE, Kamis kemarin di Istana Wakil Presiden. Prestasi ini akan disambut dengan mengarak piala keliling Kota Banda Aceh.


“Piala ini akan diarak hari Sabtu, mulai pukul 16.00 WIB keliling Kota Banda Aceh dan melewati beberapa jalan protokol. Kita telah siapkan mobil bak terbuka untuk Wali Kota yang akan memegang piala Adipura. Di mobil ini Wali Kota nanti akan didampingi oleh Duta Wisata, Duta Lingkungan dan Komunitas Seumapa dan Seurune Kalee,” jelas Kabag Humas, Drs Marwan di ruang Humas Setdakota Banda Aceh, Jumat (6/6/2014).

Sementara itu, para Kepala SKPD dan semua komunitas pemerhati lingkungan akan mengikuti iring-iringan konvoi di belakang mobil yang dinaiki Wali Kota.

Lanjut Marwan, piala ini dimulai arak-arakannya dari depan Kantor PU Kota Banda Aceh di Pango Raya menuju ke Jalan Panglima T Nyak Makam- Kantor Gubernur Aceh-Jalan T Nyak Arif-Simpang Jambo Tape dan dilanjutkan menuju Bundaran Simpang Lima. Kemudian iring-iringan mobil akan melewati Jembatan Pante Pirak menuju ke depan Pendopo Gubernur dan finish di Balai Kota, Jalan Abu Lam U. Setiba di Balai Kota, rombongan akan disambuat oleh Ketua DPRK bersama Muspida Kota Banda Aceh.

Katanya lagi, dengan arak-arakan ini diharapkan kepedulian masyarakat terhadap kebersihan kota semakin meningkat untuk kemudian terwujudnya kualitas kebersihan kota yang layak bersaing untuk memperebutkan Piala Adipura Kencana pada tahun depan.

“Dengan mengarak Piala Adipura ini keliling kota kita harap akan semakin meningkatkan rasa kepedulian masyarakat terhadap kebersihan lingkungan kedepan. Karena kita butuh tingkatkan kualitas kebersihan untuk bersaing di Piala Adipura Kencana yang standar kebersihannya dinilai sampai ke pekarangan dan rumah penduduk,” harap Marwan. (Mkk/sp)

Pemerintah Aceh Peringati Hari Lingkungan Hidup Sedunia

Merdeka Mengabarkan
 Jun 09, 2014 0

Diwanai Penyerahan Hadiah Duta Lingkungan Hidup,  Sekolah Ramah Lingkungan dan Adipura tingkat Provinsi Aceh
Banda Aceh – Dalam rangka memperingati hari lingkungan hidup sedunia tahun 2014, Pemerintah Aceh memberikan apresiasi kepada pihak yang telah berusaha mewujudkan kelestarian lingkungan.

Apresiasi yang diberikan itu antara lain untuk kategori Duta Lingkungan Hidup Aceh dan Lomba Sekolah Ramah Lingkungan tingkat Provinsi Aceh. Penyerahan hadiah diberikan oleh Asisten Administrasi Umum Pemerintah Aceh, Muzakkar SH MSi di Lapangan Kantor Gubernur Aceh, Senin (9/6/2014).

Prediket Duta Lingkungan Aceh kategori putra diraih oleh Muhammad Harif dari Banda Aceh dan duta lingkungan Puteri diraih oleh Sri Ramadhana dari Aceh Tamiang. Masing-masing mereka mendapatkan uang tunai Rp 2 juta. Sementara Runner Up 1 Duta Lingkungan Aceh mendapatkan hadiah masing-masing Rp 1, 5 juta yang diraih oleh Muhajir dari Aceh Timur dan Cut Nada Nabila dari Banda Aceh.

Selanjutnya, Runner Up II diraih oleh Faiz Hafidh dari Aceh Tamiang dan Mifta Septia Ningsih dari Aceh Timur dengan hadiah masing-masing Rp 1 juta dan duta lingkungan favorit diraih oleh Rivaldo Julian Saputra dari Aceh Selatan dan Emma Agustina dari Kota Sabang dengan hadiah masing-masing Rp 500.000.

“Semoga pemenang duta lingkungan Aceh dapat melakukan sesuatu yang bearti bagi lingkungan hidup, khususnya bagi kelestarian lingkungan di Aceh,” harap Muzakar.

Dalam upacara peringatan hari lingkungan hidup sedunia dengan tema “Satukan Langkah, Lindungi Ekosistem Pesisir dari Dampak Perubahan Iklim” ini, juga diumumkan pemenang Kota Adipura tingkat Provinsi, yaitu Juara I diraih Kota Banda Aceh, Juara II Kota langsa, Juara III Kota Meulaboh Kabupaten Aceh Barat, Juara IV Kota Sabang dan juara harapan diraih Kota Lhokseumwe.

Selanjutnya, diumumkan pula pemenang lomba sekolah dan dayah ramah lingkungan tingkat Sekolah Dasar (SD). Juara I diraih oleh SD Negeri 2 Kota Banda Aceh, Juara dua SD Negeri 16 Banda Aceh, Juara III SD Negeri Bukit Tempurung, Aceh Tamiang dan juara harapan I diraih oleh SD Negeri I Sigli.

Juara I untuk tingkat sekolah Menengah Pertama (SMP) diraih oleh MTSN Model Banda Aceh, Juara II SMP Negeri 2 Blang Pidie, Juara III SMP Negeri 2 Tangan-Tangan Abdya dan Juara Harapan I SMP 3 Mutiara Blang Malu, Pidie.

Untuk tingkat Sekolah Menengah Atas, Juara I diraih oleh SMK SMTI Kota Banda Aceh, Juara II SMA Negeri 3 Timang Gajah, Bener Meriah dan Juara III MAS Jeumala Amal, Pidie Jaya. Sedangkan juara harapan I diraih SMK Negeri 2 Tekengon. Untuk tingkat dayah, Juara I diraih Pondok Pesantren Al-Mujahidin Kota Sabang, Juara II Pesantren Sabilul Ulum Diniya Islamiyah, Aceh Tamiang dan Juara III diraih Dayah Al-Furqan, Kabupaten Pidie.

Dalam sambutan Menteri lingkungan Hidup yang dibacakan oleh Asisten Administrasi Umum Setda Aceh, dikatakan Indonesia mempunyai potensi yang sangat luar biasa terkait kekayaan sumberdaya alam.

Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki 13.466 pulau dan dengan panjang pesisir 95.181 km, tempat bermukim 60 % penduduk dan menyumbang 6,45 % GDP nasional. Pesisir mempunyai potensi SDA yang sangat menakjubkan yaitu 14 % terumbu karang dunia, 27 % mangrove dunia serta 25 %  ikan dunia, dengan berbagai biota yang hidup didalamnya.

Bahkan Indonesia disebut sebagai Marine Mega-Biodiversity terbesar di dunia, karena memiliki 8.500 species ikan, 555 species rumput laut dan 950 species biota terumbu karang.

“Potensi yang besar dimaksud harus dikelola secara optimal bagi kemakmuran rakyat dengan cara yang lestari, serta terus dilindungi dari kerusakan lingkungan yang menyebabkan penurunan potensinya,” ujarnya.
Dalam mengatasi perubahan iklim, pemerintah telah menetapkan kebijakan berupa penurunan emisi dari kondisi business as usual pada tahun 2020 sebesar 26 % dengan usaha sendiri dan 41 % dengan dukungan negara lain.

Untuk itu dikembangkan berbagai kebijakan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim. Antara lain melalui Peraturan Presiden Nomor: 61 Tahun 2011 tentang rencana aksi nasional penurunan gas rumah kaca  serta Peraturan Presiden Nomor: 71 Tahun 2011 tentang penyelenggaran inventarisasi gas rumah kaca nasional yang seiring dengan UU Nomor: 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

“Perlu dilakukan koreksi mendalam agar pengelolaan dan pemanfaatannya dapat mensejahterakan masyarakat dan tidak menimbulkan bencana. Konsep pembangunan berkelanjutan yang merupakan keseimbangan antara pembangunan ekonomi, sosial dan lingkungan hidup merupakan satu-satunya pilihan yang wajib kita wujudkan,” kata Muzakkar.

Ia melanjutkan, selain komitmen pemerintah, keterlibatan semua pemangku kepentingan adalah kunci keberhasilannya. Perwujudan kerja sama yang harmonis dan proporsional antara pemerintah, swasta dan masyarakat merupakan pilar penting dalam pembangunan lingkungan hidup. Pemerintah dituntut menyusun program pro rakyat serta memfasilitasi kebutuhan rakyat tetapi dilain pihak masyarakat dibutuhkan keterlibatannya dalam upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

Masyarakat perlu didorong melakukan upaya-upaya sederhana menuju budaya ramah lingkungah (green lifestyle) seperti menghemat penggunaan listrik dan air, menanam dan memelihara pohon, mengurangi penggunaan kendaraan bermotor serta menerapkan konsep 3 R (reduce, reuse dan recycle) dalam mengelola sampah.

Peringatan hari lingkungan hidup tahun 2014 ini diharapkan menjadi momentum  pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup secara lebih konsisten dengan komitmen yang lebih tinggi. Sumber daya alam (SDA) yang dimiliki perlu dikelola untuk masyarakat dengan tidak hanya mempertimbangkan generasi masa kini tetapi juga generasi yang akan datang. Pengelolaan lingkungan hidup mendorong pemanfaatan SDA secara arif.

“Dan untuk itu saya mengingatkan bahwa sesuai tema hari lingkungan hidup tahun ini, maka perhatian terhadap kerusakan serta dampak perubahan iklim terhadap ekosistem pesisir menjadi hal yang penting untuk diperhatikan,” katanya lagi.

Ketahanan lingkungan hidup adalah kunci untuk menjaga jasa ekosistem dan menghindari dari bencana lingkungan khususnya dampak perubahan iklim. “Saya berharap dengan komitmen dan kerjasama kita dapat meningkatkan kualitas lingkungan hidup Indonesia temasuk wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil,” harapnya. [sp]

Ribuan Ikan Mati di Laut Sabang, Ombudsman: DKP Harus Proaktif dan Reaktif

Merdeka Mengabarkan
 Jun 11, 2014 0

Banda Aceh – Terkait dengan permasalahan kematian ribuan ikan di laut Sabang yang belum diketahui penyebabnya, Ombudsman RI Perwakilan Aceh selaku lembaga Negara pengawas pelayanan publik, sudah melayangkan surat minta penjelasan/klarifikasi kepada pihak DKP (Dinas Kelautan dan Perikanan) Aceh selaku instansi yang menangani masalah tersebut.

Sebelumnya Kepala Ombudsman RI Perwakilan Aceh, Dr Taqwaddin Husin juga sudah meminta klarifikasi lisan via telepon dan sms kepada Kepala Lab UPTD DKP Aceh, Saifullah. “Sudah saya hubungi, beliau sedang dilapangan. Sudah saya SMS permintaan penjelasan kepada Kadis DKP melalui pak Saifullah,” ujar Taqwaddin

Dalam surat tersebut, Ombudsman RI meminta DKP untuk memberikan penjelasan terhadap langkah-langkah kongkrit penanganan serta mempertanyakan tingkat responsive DKP karena ini sudah terjadi dari tgl 24 Mei 2014. “Kita minta penjelasan segera. Kenapa lamban sekali? Hampir 3 minggu, dan itu sangat lama. Apa menunggu jatuh korban?,” lanjut Taqwaddin mempertanyakan.

Menurut Taqwaddin, DKP harus proaktif dan reaktif karena menyangkut hajat hidup masyarakat yang mana masyarakat Aceh menjadikan ikan sebagai konsumsi utama. Jika terbukti ikan–ikan tersebut mati akibat diracun tentu akan membahayakan kesehatan. Karenanya, hal itu harus segera ditangani, jangan berlarut-larut karena akan mempengaruhi kepada pendapatan ekonomi masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada sektor kelautan dan perikanan, khususnya di kota Sabang.

Disamping itu, jika DKP memiliki terberbatasan alat dan tekhnologi dapat meminta dukungan para pakar dibidang kelautan dan perikanan dari Unsyiah, Doktor lulusan Jepang dan Jerman. ”Saya sudah hubungi salah satu pakar, beliau siap membantu. Setidaknya untuk indentifikasi awal sambil menunggu hasil Lab. Semoga DKP bisa mengakomodir hal ini,” harap Taqwaddin

Ia menambahkan, dampak negatif dari permasalahan ini sangat berpotensi menimbulkan multi efek yang berakibat kepada berbagai sektor, termasuk menurunnya kepercayaan rakyat terhadap Pemerintah Aceh, dalam hal ini DKP. (fdh/sp)

Nasib Kalista Alam Diputuskan Hari Ini

Merdeka Mengabarkan
jun 10, 2014 

Aceh Barat - Pengadilan Negeri Meulaboh kembali menggelar sidang untuk tiga perkara pembakaran lahan gambut Rawa Tripa yang menyeret PT Kalista Alam sebagai tersangka dalam kasus ini, Selasa (10/6/2014).
Pada sidang sebelumnya, (3/6), majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Meulaboh menunda sidang karena tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) belum selesai menyusun materi tuntutan.

Agenda sidang hari ini adalah pembacaan tuntutan oleh JPU untuk perkara nomor 131/Pid.B/2013/PN-MBO dengan terdakwa PT Kalista Alam, dan perkara nomor 131/Pid.B/2013/PN-MBO dengan terdakwa Khamidin Yoesuf selaku Manager Pengembangan PT Kalista Alam.

Sedangkan untuk perkara nomor 132/Pid.B/2013/PN-MBO, hari ini majelis hakim akan membacakan tuntutannya kepada terdakwa Subianto Rusyid selaku Direktur PT Kalista Alam. Pada perkara ini, PT Kalista Alam digugat oleh Kepolisian Daerah (Polda) Aceh dan dijerat dengan UU nomor 18 tahun 2004 tentang perkebunan, yaitu pembukaan lahan tanpa izin.

Sedangkan untuk dua perkara lainnya, PT Kalista Alam digugat oleh Kementrian Lingkungan Hidup (KLH). Perusahaan perkebunan dan pengolahan sawit itu dipidana melanggar pasal 108 jo pasal 69 ayat (1) huruf h UUPLH. (Arunda)

Bakar Lahan, PT Kalista Alam Didenda Rp 3 Miliar

Merdeka Mengabarkan
 un 10, 2014 0

Hakim anggota berhalangan, vonis batal dibacakan.
Aceh Barat – Jaksa Penuntut Umum Dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Suka Makmue menuntut PT Kalista Alam dengan denda sebesar Rp3 miliar. PT Kalista Alam dinyatakan bersalah karena melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar. Tuntutan tersebut dibacakan di depan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Meulaboh yang dipimpin oleh Hakim Ketua, Arman Surya Putra, Selasa (10/6/2014).

Dalam tuntutannya, Rahmat Nur Hidayat selaku Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam perkara ini menyatakan, bahwa dalam perkara nomor 131/Pid.B/2013/PN-MBO, PT Kalista Alam yang diwakilkan oleh Subianto Rusyid selaku direktur perusahaan sawit itu terbukti bersalah melanggar pasal 108 jo pasal 69 ayat (1) huruf h UUPPLH.

“Terdakwa PT Kalista Alam dituntut membayar denda sebesar Rp 3 miliar dan dibebankan untuk membayar biaya perkara sebesar Rp10 ribu,” ujar JPU dihadapan majelis hakim.

Sementara itu, Khamidin Yoesuf selaku Manager Pengembangan PT Kalista Alam yang juga menjadi terdakwa untuk perkara nomor 133/Pid.B/2013/PN-MBO. Khamidin didakwa melakukan pelanggaran terhadap pasal yang sama dan dituntut dengan tiga tahun kurungan, denda Rp3 miliar subsider lima bulan kurungan serta dibebankan biaya perkara sebesar Rp10 ribu rupiah.

Hakim anggota berhalangan, vonis batal dibacakan.

Selain dua perkara  diatas, sidang hari ini juga mengagendakan pembacaan putusan (vonis) majelis hakim terhadap perkara nomor 132/Pid.B/2013/PN-MBO dengan terdakwa Subianto Rusyid.

Dalam perkara tersebut, PT Kalista Alam digugat oleh Kepolisian Daerah (Polda) Aceh. Perusahaan sawit tersebut dijerat dengan UU nomor 18 tahun 2004 tentang pembukaan lahan tanpa izin.

Namun pembacaan putusan urung dilakukan. Arman Surya Putra selaku hakim ketua dalam perkara ini menjelaskan, dua orang hakim anggota berhalangan hadir karena sedang dalam keadaan sakit (Dedy, SH) dan sedang mengikuti pelatihan (Rahma Novatiana).

Pembacaan putusan atas perkara ini akan dilanjutkan pada hari Selasa, (1/7) bersamaan dengan peyampaian tanggapan kuasa hukum terdakwa atas tuntutan JPU pada dua perkara diatas.

“Berhubung hakim inti hanya saya sendiri? maka pembacaan putusan akan kami lakukan pada hari Selasa tanggal 1 Juli. Sidang ditutup.” (Arunda)

Kisruh Lahan Krueng Simpo; WALHI Tolak Kriminalisasi Warga

Merdeka Mengabarkan
 Jun 17, 2014 0

kr simpo 

Banda Aceh – Koalisi NGO HAM dan WALHI Aceh menuding Polres Bireuen telah mengabaikan itikad baik penyelesaian kasus sengketa lahan di Gampong Krueng Simpo, Juli, Bireuen, dengan menetapkan 30 warga sebagai tersangka pada tanggal 6 Juni 2014 lalu.

Begitu ungkap Muhammad Nur, Direktur WALHI Aceh, dalam siaran pers yang ditanda tangani bersama Zulfikar Muhammad, Direktur Koalisi NGO HAM, Senin (16/6/2014).

Menurut M Nur,  Izin Usaha Prinsip (IUP) belum bisa dikatakan sebagai pemilik usaha. “Oleh karenanya, untuk menetapkan sebagai tersangka, polisi harusnya mempunyai dua bukti kuat; dokumen tentang hak kepemilikan atas tanah dan keterangan saksi,” sebutnya.

Ia memaparkan, BPN menerbitkan Peta IUP-B No 525/Bp2T/4458/2011 pada tgl 8 Juli 2011, sedangkan 11 Februari 2014 hasil musyawarah warga Gampong Krueng Simpo sudah disampaikan kepada Pemkab Bireuen. “Pada tanggal 24 April 2014, WALHI Aceh menyurati Bupati Bireuen, DPRK Bireun, Polda, Pangdam, BPN Provinsi/Kabupaten dan Dinas Kehutanan untuk mempertanyakan penyelesaian kasus sengketa masyarakat Krueng Simpo dengan PT Syaukat tersebut.”

Lebih lanjut, M Nur mengungkapkan, pada tanggal 30 Mei 2014, Plt Keuchik Gampong Krueng Simpo, juga sudah menyurati DPRK dan Bupati Bireuen untuk meminta penyelesaian sengketa lahan tersebut.

“WALHI Aceh menolak dengan tegas kriminalisasi warga ini. Usut tuntas sengketa lahan terlebih dahulu. Jika pemerintah menutup mata akan kepentingan masyarakat, maka akan terus terjadi upaya kriminalisasi terhadap masyarakat,” sambung M Nur.

Ia menambahkan, penetapan 30 warga sebagai tersangka diduga berat adalah bentuk kesewenang-wenangan yang dilakukan pihak Polres Bireuen, karena seharusnya ini merupakan ranahnya pemerintah daerah.

“Jika Bupati Bireuen belum bersikap atas penyelesaikan status lahan tersebut, maka tidak ada warga yang dapat dipidana atas kedudukan warga yang sudah menanami tanah sengketa tersebut dari tahun 2013.”
“Dan jika Polres Bireuen tidak segera mencabut status tersangka terhadap warga, maka perkara ini akan segera kami laporkan ke Dir Propam Polda Aceh, Kompolnas dan bahkan melakukan pra peradilan kepada Kapolri di Mabes Polri,” demikian M Nur. (sp)

Dubes UE Bertemu Aktivis Lingkungan Bahas RTRW Aceh

Merdeka Mengabarkan
 Jun 16, 2014 0

Banda Aceh – Sejumlah aktivis lingkungan Aceh bertemu dan menggelar diskusi dengan Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia, Olof Skoog, di salah satu hotel di Banda Aceh, Senin (16/06/2014) sore.

Dalam pertemuan itu, Farwiza dari Yayasan HAkA menuturkan kepada dubes UE, ada sejumlah persoalan lingkungan yang sangat mendasar dan diabaikan Pemerintah Aceh dalam menyusun Qanun Rencana Tata Ruang Wilayah Aceh, yang telah disahkan DPRA pada akhir tahun 2013 lalu. Antara lain, kata Farwiza, hilangnya nomenklatur KEL dalam Qanun tersebut.

Menurut Farwiza, hilangnya nomenklatur Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) dalam Qanun RTRWA, adalah bentuk pembangkangan Pemerintah Aceh terhadap aturan yang lebih tinggi yakni undang- undang yang mengatur KEL sebagai Kawasan Strategi Nasional (KSN).

“Kami telah berulang kali sampaikan persoalan ini (KEL) ke Pemerintah Aceh, selama berlangsungnya proses pembahasan Qanun RTRWA. Namun sampai Qanun ini disahkan, Pemerintah Aceh tidak peduli dan mengabaikan sejumlah usulan substansi dari  elemen sipil dalam menyusun Qanun Tata Ruang Aceh,” ujar Farwiza.

Selanjutnya, kata Farwiza, para pegiat lingkungan di Aceh berharap Qanun yang telah dimasukkan dalam lembar daerah Aceh ini, dapat dibatalkan oleh pemerintah pusat. “Jika Pemerintah tidak membatalkan, maka kami akan melakukan judicial review,” terang dia.

Kepada dubes Uni Eropa, Farwiza mengharapkan, agar mereka dapat membantu para pegiat lingkungan Aceh dalam mengadvokasi RTRWA untuk keselamatan hutan dan lingkungan.

Sementara juru bicara Koalisi Peduli Hutan Aceh (KPHA) Efendi Isma mengatakan, Qanun RTRWA yang disusun Pemerintah Aceh, dapat mengancam kelestarian hutan dan berdampak potensi bencana.

“Dalam Qanun RTRWA terdapat perubahan sejumlah kawasan lindung menjadi kawasan area penggunaan lain. Hal ini sangat berpotensi merusak hutan. Perubahan kawasan hutan umumnya terjadi di daerah yang memiliki kandungan sumber daya alam seperti emas dan batu bara,” kata Efendi.

Efendi Isma menambahkan, para pegiat lingkungan di Aceh sangat berharap akan terbentuk tim independen untuk mengawasi persoalan RTRW Aceh. Karena itu, lanjut Efendi, pihaknya berharap dukungan Uni Eropa agar tim ini terbentuk dan bekerja untuk penyelamatan hutan Aceh dari penyalahgunaan ruang.

Akademisi Fakultas Hukum Unsyiah, Mawardi Ismail yang juga hadir dalam pertemuan itu mengatakan, secara legal formal, jika sudah masuk  dalam lembar daerah, maka produk hukum tersebut sudah sah dan dapat berlaku. Namun, kata dia, jika ada pihak yang merasa keberatan dapat dilakukan upaya hukum judicial review ke Mahkamah Agung.

Sedangkan Teuku Muhammad Zulfikar, dari Yayasan Ekosistem Lestari (YEL) di hadapan dubes UE mengatakan, pihaknya sangat keberatan dengan sejumlah perubahan kawasan hutan dalam RTRWA.
“Kita tidak setuju perubahan kawasan hutan. Apalagi terindikasi ada kepentingan pihak tertentu untuk eksploitasi sumber daya alam Aceh dengan perubahan kawasan hutan tersebut,” kata T. M Zulfikar.

Setelah mendapat masukan dari para pegiat lingkungan Aceh, Olof Skoog berjanji akan membicarakan persoalan RTRWA dengan Pemerintah Aceh dan pusat. Pada prinsipnya, kata Olof, Uni Eropa konsisten untuk usaha- usaha penyelamatan hutan Indonesia termasuk Aceh.

Kunjungan pihaknya ke Aceh, sambung Olof, untuk bertemu dengan berbagai pihak di Aceh khususnya Pemerintah Aceh, guna membahas sejumlah persoalan Aceh yang menjadi konsentrasi Uni Eropa khususnya terkait perdamaian, HAM dan lingkungan. (sd)